Logo

Masyarakat Adat Nusantara Minta Prabowo Gibran Sahkan RUU Masyarakat Adat

Masyarakat Adat Nusantara Minta Prabowo Gibran Sahkan RUU Masyarakat Adat

BENGKULU – 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran, Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta RUU Masyarakat Adat disahkan.

“Ada jutaan tanah adat kami dirampas, ratusan orang dikriminalisasi, ribuan konflik agraria terjadi dimana-mana. Mana tanggung jawab negara ini?,” seru Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi di hadapan ribuan perwakilan Masyarakat Adat di depan gedung DPR RI, Jakarta, 12/10/2024).

Secara serentak ribuan bendera AMAN pun berkibar di tengah terik menyengat kepala. “Sahkan RUU Masyarakat Adat,” jawab massa pun menggema dan menggetarkan pagar pembatas gedung DPR.

Hari itu, sejak pukul 09.00 tak kurang dari 5.000 orang dengan pakaian adat khas masing-masing berbaris dan berkumpul di depan gedung senayan.

Mereka berasal dari berbagai penjuru nusantara. Sembari membawa bendera, poster, dan spanduk yang berisi desakan kepada pemerintah untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang telah mandek selama 14 tahun.

“Kami ingin menjadi warga Indonesia yang seutuhnya. Tanpa tanah leluhur dirampas, tanpa buldozer tiba-tiba datang atau tanpa tanah kami berubah menjadi tambang,” kembali teriakan Rukka menggema lewat pengeras suara di atas mobil.

Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi mengatakan, kehadiran ribuan perwakilan masyarakat adat dari seluruh nusantara itu, sebagai bagian dari kepedulian mereka untuk mengawal pemerintahan baru.

“Sudah belasan tahun, RUU Masyarakat Adat tertahan karena tidak ada iktikad baik dari negara. Karena itu, kami meyakinkan diri kalau Presiden Prabowo, punya iktikad ini,” ujarnya.

Fahmi menyebutkan, sejak terbitnya putusan MK Nomor 35 Tahun 2012, yang telah mempertegas kepemilikan wilayah masyarakat adat. AMAN Bengkulu telah mendorong terbitnya Peraturan Daerah terkait perlindungan dan pengakuan masyarakat adat di daerah itu.

Setidaknya saat ini, sudah ada tiga kabupaten yang menerbitkannya, yakni Kabupaten Lebong, Rejang Lebong dan Seluma. Di Lebong dan Rejang Lebong, berdasar hasil identifikasi komunitas adat, tercatat ada 13.964 hectare Kawasan hutan yang sejak lampau dimiliki oleh masyarakat adat.

Namun, praktiknya meski telah memiliki perda perlindungan, implementasi dan aksi dari usulan itu tak menjadi acuan pemerintah setempat.

“Karena itu, RUU Masyarakat Adat perlu menjadi pemayungnya. Kalau tidak ada itu, ya percuma. Artinya, pemerintah setengah hati mengakui dan melindungi masyarakat adatnya sendiri,” tegas Fahmi.

Jauh Panggang Dari Api
Perwakilan Dewan AMAN Nasional Deftri Hardianto mengatakan, pemerintah sejauh ini baru menjalankan mandat dari putusan MK nomor 35 Tahun 2012 terkait hak atas wilayah adat masih sangat jauh panggang dari api.

Kebijakan lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja, baru mencapai 75.783 hektar untuk pengembalian hutan adat. Sedangkan penetapan tanah ulayat oleh Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional sejak Indonesia merdeka baru sebanyak 20.000 hektar.

AMAN, lanjutnya, telah mengindentifikasi paling sedikit 1,6 juta hektare wilayah adat masih tumpang tindih dengan kawasan konservasi. Bahkan, angka itu bisa saja masih belum mengakomodir keseluruhan wilayah adat yang ada di nusantara.

Atas itu, Deftri mengingatkan, mumpung belum dirampungkannya kabinet baru dan komposisi pelaksana mandat rakyat di DPR. Agar memprioritaskan pengesahan RUU Masyarakat Adat dalam waktu dekat.

“Dengan itu, beragam potensi konflik atau mungkin yang sudah mengemuka dapat menemukan jalan tengah penyelesaiannya,” sambungnya.

Tuntutan Masyarakat Adat
Dalam aksi yang berlangsung di DPR dan di depan Istana Presiden itu, massa menyampaikan setidaknya ada tiga tuntutan utama yang mereka sampaikan ke pemerintah. Yakni, pertama, masyarakat adat menuntut jaminan hukum demi pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak konstitusional masyarakat adat. Selain itu janji politik Enam NAWACITA Jokowi terkait Masyarakat Adat bahkan tidak diingat sama sekali.

Kedua, meminta agar masyarakat adat yang ditahan oleh pihak berwajib untuk segera dibebaskan. Banyaknya kasus kriminalisasi, ketiadaan aturan undang-undang akhirnya menimbulkan berbagai represi dan kekerasan, serta perampasan tanah-tanah adat di berbagai wilayah.

Terakhir, ketiga, Masyarakat Adat juga menuntut segera disahkannya RUU Masyarakat Adat. Dengan begitu, ia bisa menjadi landasan hukum yang kuat untuk mengakui dan melindungi hak serta memberikan kepastian hukum atas wilayah adat yang selama ini diabaikan. “Mendesak Pemerintah Prabowo-Gibran agar mengesahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 hari pertama pemerintahannya,” tutup Rukka.