Logo

Pemerintah Provinsi Bengkulu Apresiasi Perayaan 100 Tahun AA Navis, Siapa Dia?

Gelar Wicara Antologi Cerpen Karya A.A. Navis

Gelar Wicara Antologi Cerpen Karya A.A. Navis

BENGKULU – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, membuka kegiatan Gelar Wicara Antologi Cerpen Karya A.A. Navis: Satir dan Budaya yang diselenggarakan di Ballroom Hotel Santika, Provinsi Bengkulu, pada Rabu (23/10).

Isnan menyatakan bahwa kegiatan Gelar Wicara yang mengangkat tema “Satir dan Budaya” dalam rangka memperingati 100 tahun A.A. Navis merupakan kesempatan emas bagi kita semua untuk lebih mendalami kekayaan intelektual yang terkandung dalam cerpen-cerpennya melalui diskusi dan pemikiran bersama.

“Mari kita manfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin untuk berdialog, bertukar pikiran, dan memahami lebih dalam pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh A.A. Navis melalui karya-karyanya,” tambah Isnan Fajri.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Bengkulu, Dwi Laily Sukmawati, menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi generasi muda, sehingga mereka semakin memahami dan menghargai karya sastra Indonesia, khususnya karya A.A. Navis.

“Selain itu, Balai Bahasa Bengkulu kini telah resmi ditingkatkan statusnya dari Kantor Bahasa menjadi Balai Bahasa Provinsi Bengkulu, yang akan semakin berperan dalam melestarikan bahasa di Provinsi Bengkulu,” ungkap Dwi Laily Sukmawati.

Siapa A.A Navis?

A.A Navis, atau Ali Akbar Navis, adalah seorang sastrawan, penulis, dan budayawan Indonesia yang lahir pada 17 November 1924 di Padang Panjang, Sumatera Barat, dan meninggal pada 22 Maret 2003. Navis terkenal dengan karya-karyanya yang kritis terhadap keadaan sosial masyarakat Indonesia.

Cerpen Robohnya Surau Kami” (1956), dianggap sebagai salah satu karya sastra penting Indonesia. Cerpen ini mengangkat tema tentang hilangnya keimanan dan kemunduran moral di masyarakat, mengkritik pemuka agama yang hanya mementingkan ritual tanpa memperhatikan perbaikan kualitas hidup umat.

Selain menulis cerpen, Aa Navis juga aktif dalam menulis esai, novel, dan karya non-fiksi. Ia juga dikenal sebagai budayawan yang sering mengangkat isu-isu lokal Sumatera Barat, terutama yang berkaitan dengan adat Minangkabau, dalam karya-karyanya. Navis kerap memperlihatkan ketajaman pengamatannya terhadap perubahan budaya, sosial, dan politik di Indonesia.

Beberapa karya utamanya meliputi:

1. Robohnya Surau Kami (1956), mengisahkan tentang seorang penjaga surau yang merasa hidupnya tidak berguna setelah mendengar kisah surau yang tidak lagi dipakai dan mulai terlupakan, menggambarkan kemunduran iman dan moral dalam masyarakat.

2. Bianglala (1963), kumpulan cerpen yang berisi berbagai cerita yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dengan tema sosial yang kuat.

3. Kemarau (1967), novel yang mengisahkan konflik keluarga dan masyarakat Minangkabau, khususnya mengenai benturan antara tradisi adat dan perubahan sosial. Novel ini juga mengangkat isu degradasi moral dan budaya.

4. Jodoh (1979), kumpulan cerpen yang berfokus pada berbagai kisah cinta dan pernikahan di tengah masyarakat Minang, namun tetap memuat kritik sosial dan moral yang dalam.

5. Hujan Panas (1992), kumpulan cerpen yang menyoroti ketegangan antara adat Minangkabau dengan realitas modern yang dihadapi masyarakat pada saat itu.

6. Keluarga si Mamat (1996), kumpulan cerita tentang kehidupan sehari-hari masyarakat yang seringkali diwarnai dengan kelucuan dan satir sosial.

7. Alam Terkembang Jadi Guru (1999), esai yang berisi pandangan Aa Navis tentang kebudayaan, pendidikan, dan kehidupan masyarakat Minangkabau serta Indonesia pada umumnya.

8. Cerita Rakyat dari Sumatera Barat (2001), kumpulan cerita rakyat yang diambil dari daerah Sumatera Barat, di mana Navis mencoba melestarikan budaya lokal lewat cerita-cerita rakyat.