Logo

Definisi dan Karakteristik Komunikasi Massa: Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Pembentukan Opini Publik di Era Informasi 

Ilustrasi

Ilustrasi

Era informasi digital yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan media digital memberikan dampak yang signifikan terhadap pola komunikasi di kalangan masyarakat. Salah satu aspek terpentingnya adalah pengaruh komunikasi massa terhadap pembentukan opini publik. Komunikasi massa, termasuk media cetak, televisi, radio, dan media sosial, menjadi sarana utama penyebaran informasi.Namun bagaimana proses ini mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap isu-isu tertentu?.

Artikel ini akan membahas peran komunikasi massa dalam membentuk opini publik, termasuk tantangan yang dihadapi di era yang banjir informasi ini. Komunikasi massa memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap permasalahan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Media mempunyai kemampuan untuk menentukan isu mana yang penting (agenda setting), memutuskan bagaimana isu harus dipandang (frameing), dan mengarahkan opini publik melalui representasi dan liputan yang berulang-ulang.

Misalnya, ketika media secara konsisten memberitakan isu-isu korupsi atau kejahatan, masyarakat akan lebih fokus pada isu tersebut dan cenderung membentuk pandangan bahwa hal tersebut adalah masalah utama di negara mereka, meskipun ada banyak masalah lain yang juga penting.

Teori agenda setting menyatakan bahwa meskipun media tidak sepenuhnya menentukan apa yang seharusnya dipikirkan masyarakat, media mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap apa yang harus didiskusikan oleh masyarakat. Opini publik yang terbentuk melalui komunikasi massa seringkali dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas pemberitaan suatu isu. Ketika suatu isu terus diberitakan, masyarakat cenderung menganggapnya sebagai isu penting.

Perubahan terbesar dalam lingkungan komunikasi massa di era informasi adalah munculnya Internet dan media sosial sebagai platform komunikasi utama. Media sosial seperti Twitter atau x, Facebook, Instagram dan tiktok memungkinkan individu tidak hanya mengonsumsi informasi tetapi juga membuat dan menyebarkan informasi. Hal ini menciptakan ruang yang lebih terbuka dan demokratis di mana setiap orang dapat berkontribusi dalam membentuk opini publik. Secara teori, hal ini akan memberikan perspektif yang memungkinkan lebih banyak sudut pandang yang beragam dan memperkaya diskursus publik.

Namun, ada juga sisi gelap dari fenomena ini. Demokratisasi informasi melalui media sosial seringkali dibarengi dengan penyebaran disinformasi dan misinformasi. Informasi spekulatif yang belum terkonfirmasi dapat menyebar dengan cepat dan mempengaruhi persepsi masyarakat. Dalam konteks ini, komunikasi massa melalui media sosial bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk memanipulasi opini publik. Fenomena echo chambers dan filter bubbles di media sosial juga berkontribusi terhadap penyempitan pandangan individu.

Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial cenderung menyajikan informasi yang konsisten dengan preferensi dan keyakinan pengguna, memperkuat bias yang ada, dan memisahkan individu dari sudut pandang berbeda. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menimbulkan polarisasi opini publik, memecah-belah masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang berlawanan, dan mempersulit tercapainya konsensus.

Meskipun media digital kini menjadi arus utama, media tradisional seperti televisi, radio, dan surat kabar masih memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk opini publik. Televisi masih menjadi sumber informasi utama bagi banyak orang, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, media tradisional cenderung memiliki standar editorial yang lebih ketat dibandingkan media sosial, sehingga informasi yang disampaikan lebih dapat diandalkan dan dapat diverifikasi.

Namun, media konvensional juga tidak kebal dari tantangan. Mereka sering menghadapi tekanan politik dan ekonomi yang dapat mempengaruhi independensi dalam pelaporan berita. Di beberapa negara, media massa konvensional menjadi alat propaganda pemerintah atau kelompok kepentingan tertentu, yang mempengaruhi opini publik sesuai dengan agenda mereka. Oleh karena itu, peran kritis masyarakat dalam memverifikasi informasi dan memahami konteks pemberitaan menjadi sangat penting.

Di tengah tantangan disinformasi dan manipulasi opini publik, literasi media menjadi semakin penting. Literasi media mengacu pada kemampuan individu untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam berbagai bentuk media. Di era informasi, literasi media membantu masyarakat memahami bagaimana informasi dikonstruksi, apa kepentingan di balik pemberitaan, serta bagaimana mengidentifikasi sumber informasi yang dapat dipercaya.

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan media sendiri memiliki tanggung jawab untuk mendorong peningkatan literasi media di masyarakat. Dengan literasi yang lebih baik, publik akan lebih kritis dalam menerima informasi, sehingga mampu membentuk opini yang lebih objektif dan berdasar pada fakta.

Komunikasi massa memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk opini publik, terutama di era informasi saat ini. Sementara media sosial membawa banyak manfaat dalam mendemokratisasi informasi, tantangan yang muncul dari disinformasi dan polarisasi opini juga semakin meningkat. Media konvensional masih memiliki peran penting, tetapi mereka juga harus bersaing dengan tantangan dari media digital.

Di tengah semua itu, literasi media menjadi kunci untuk memastikan bahwa masyarakat dapat membedakan antara fakta dan opini yang dimanipulasi, sehingga opini publik yang terbentuk benar-benar mewakili kepentingan dan pemahaman yang mendalam

Penulis : Khaori Suci Armadani

Mahasiswa S1 Jurnalistik, Universitas Bengkulu

  • Suci Ramadani

    Koyyi keren

  • Linda Indah Sari

    KERENNN, TENGSS INGPO