Logo

Hambatan Psikologis dan Persepsi Perempuan dalam Komunikasi Massa

Hambatan Psikologis dan Persepsi Perempuan dalam Komunikasi Massa

BENGKULU – Di era informasi saat ini, komunikasi massa memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi perilaku masyarakat.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa hambatan psikologis sering kali menghalangi efektivitas komunikasi, terutama bagi perempuan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana faktor-faktor seperti prasangka, stereotip, dan motivasi dapat memengaruhi persepsi perempuan terhadap pesan yang disampaikan melalui media massa.

Prasangka adalah sikap atau pandangan negatif yang terbentuk tanpa dasar yang kuat. Dalam banyak kasus, prasangka ini dapat berakar dari pengalaman pribadi atau pengaruh lingkungan sosial.

Misalnya, perempuan yang tumbuh dalam masyarakat patriarki mungkin memiliki pandangan bahwa posisi kepemimpinan adalah domain pria. Hal ini dapat menyebabkan mereka meragukan kemampuan diri sendiri dan menganggap bahwa suara mereka tidak layak untuk didengar.

Ketika perempuan menghadapi prasangka semacam ini, mereka mungkin cenderung menolak atau meremehkan informasi yang disampaikan melalui media massa.

Sebagai contoh, jika sebuah program berita menampilkan perempuan dalam peran stereotipik—sebagai ibu rumah tangga atau objek seksual—mereka mungkin merasa bahwa pesan tersebut tidak relevan dengan pengalaman hidup mereka. Akibatnya, mereka akan mengabaikan atau menolak informasi yang sebenarnya penting.

Stereotip gender juga berkontribusi pada hambatan psikologis dalam komunikasi massa. Media sering kali memperkuat pandangan negatif tentang perempuan dengan menyajikan citra yang terbatas dan tidak realistis.

Misalnya, perempuan sering kali digambarkan sebagai karakter yang emosional, lemah, atau tergantung pada pria. Citra-citra ini tidak hanya merugikan perempuan itu sendiri tetapi juga mempengaruhi bagaimana masyarakat secara keseluruhan memandang mereka.

Ketika perempuan melihat representasi diri mereka yang negatif di media, hal ini dapat menimbulkan rasa rendah diri dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan mereka.

Mereka mungkin merasa bahwa kontribusi mereka tidak dihargai atau diabaikan, sehingga mengurangi partisipasi aktif mereka dalam diskusi publik. Dengan demikian, stereotip gender menjadi salah satu penghalang utama dalam komunikasi massa yang efektif.

Selain prasangka dan stereotip, motivasi individu juga berperan penting dalam bagaimana perempuan menerima informasi. Jika pesan yang disampaikan tidak relevan dengan kepentingan atau nilai-nilai yang diyakini oleh perempuan, maka kemungkinan besar mereka akan mengabaikannya.

Misalnya, jika suatu kampanye sosial tidak mempertimbangkan perspektif perempuan atau tidak menyentuh isu-isu yang mereka hadapi sehari-hari, maka pesan tersebut akan kehilangan daya tariknya.

Oleh karena itu, penting bagi pembuat kebijakan dan komunikator untuk memahami dinamika psikologis ini agar dapat menciptakan pesan yang lebih inklusif dan relevan bagi perempuan.

Dalam konteks modern, dimana media sosial telah menjadi platform utama penyampaian informasi, sangatlah penting untuk menyadari bahwa setiap individu memiliki preferensi dan motivasi yang unik.

Contoh nyata adalah kampanye-kampanye sosial yang berhasil meningkatkan kesadaran tentang isu-isu gender, seperti #MeToo dan #HeForShe. Kesuksesan mereka bukan saja karena strategi marketing yang efektif tetapi juga karena mereka berhasil mendengarkan dan mewakili perspektif perempuan secara autentik.

Namun, masih banyak kasus di mana kampanye semacam ini gagal karena tidak mempertimbangkan aspek psikologi dasarnya. Misalkan, jika kampanye tersebut hanya fokus pada emosi tanpa memberikan solusi praktis, maka potensinya untuk merubah perilaku akan terbatas.

Untuk mencapai komunikasi massa yang lebih efektif dan inklusif bagi perempuan, beberapa hal harus dipertimbangkan:

Penggunaan Bahasa yang Ramah: Menggunakan bahasa yang ramah dan tidak menyinggung dapat membantu meningkatkan kesadaran dan partisipasi.

Representasi Diri yang Realistis: Menyajikan citra perempuan dalam berbagai konteks—bukan hanya stereotipik—dapat membantu membangun kepercayaan diri dan meningkatkan kesadaran tentang potensi mereka.

Mendengarkan Perspektif Perempuan: Melibatkan perempuan dalam proses penciptaan dan evaluasi kampanye dapat memastikan bahwa pesan yang disampaikan relevan dan efektif.

Penting bagi kita semua untuk sadar akan hambatan psikologis yang memengaruhi persepsi perempuan dalam komunikasi massa. Dengan memahami dan mengatasi hambatan-hambatan ini, kita dapat menciptakan ruang di mana suara perempuan didengar dan dihargai secara setara dalam diskusi publik terutama dalam komunikasi massa.

Penulis : Indri Salsabila

Mahasiswa S1 Jurnalistik Universitas Bengkulu

  • Osa mulya

    Kereeen nian ngaaa

  • Sri Susilawati

    Keren

  • Rita lediana

    Great daughter, keren ingaa sangat menginspirasi