Logo

Menilik Pasal 27 ayat (3) PERPPU No 1 Tahun 2020 yang Disahkan Menjadi Undang-undang

Apdila Nispa

Apdila Nispa

KONSEP Negara Hukum yang di anut indonesia atau yang bisa di sebut rechtsstaat merupakan implementasi dari pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa “Indonesia adalah negara Hukum”.
Negara Hukum menurut F.R Bothing adalah kekuasaan pemegang kekuasaan yang di batasai oleh Hukum,lebih lanjut di sebut bahwa dalam rangka merealisir pembatasan pemegang kekuasaan tersebut,maka di wujudkan dengan cara pembuatan Undang-Undang.

Soepomo dalam bukunya Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, menyebutkan istilah negara Hukum menjamin adanya tertib Hukum dalam masyarakat yang artinya memberi perlindungan Hukum pada masyarakat antara Hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik.

Negara berdasarkan atas Hukum (de rechts staat dan the rule of law) mengandung pengertian bahwa Hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara Negara atau Pemerintah untuk tunduk pada Hukum (subject to the law). Tidak ada kekuasaan diatas Hukum (above to the law). Maka dengan demikian tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang dan Penyalahgunaan kekuasaan baik Negara yang berbentuk kerajaan atau Republik, semua tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku.

Serta ciri-ciri dari negara hukum itu sendiri antara lain :
1. Pemerintahan berdasarkan Hukum dan Peraturan Perundang-undangan (Asas Legalitas).
2. Pembagian kekuasaan (trias politica)
3. Perlindungan atas HAM
4. Adanya PTUN sebagai penguji perbuatan Pemerintah

PTUN sendiri menurut pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo.Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sebagai pelaku kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau pejabat Tata Usaha Negara,baik Pusat maupun Daerah sebagai akibat di keluarkannya keputusan Tata Usaha Negara,termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (pasal 1 angka 4 UU No 5 tahun 2004 ).

PTUN sendiri lahir dari Negara Indonesia sebagai negara hukum yan berorientasi pada negara kesejahteraan,intensitas campur tangan Negara dalam kehidupan masyarakat semakin berkembang.Sehingga peranan Hukum Tata Pemerintahan semakin dominan dan penting.

Oleh karena itu pemerintah memberikan kebebasan bertindak ,yaitu kebijakan atau tindakan Pemerintah untuk menyelesaikan peristiwa kongkrit tertentu untuk diselesaikan tanpa memegang teguh Peraturan atau menggunakan Undang-undang yang telah ada,sebab Undang-Undang yang ada tidak mengaturnya.

Dengan adanya kebebasan bertindak tersebut,efeknya yang timbul kemudian adalah di khawatirkan akan muncul penyalahgunaan kekuasaan.Oleh karena itu kebutuhan terhadap perlindungan Hukum semakin diperlukan.

Sebenarnya perlindungan Hukum tidak hanya dibutuhkan oleh setiap Warganegara tapi juga oleh Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya.Dengan demikian,yang dimaksud dengan perlindungan Hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Perlindungan Hukum yang bersifat pencegahan
2. Perlindungan Hukum yang bersifat penanggulangan.

Tujuan dan fungsi Pengadilan Tata Usah sendiri menurut philipus M Hadjon:
1. Rechtsbescherming
2. Menguji besluit tertentu

Dan menurut Undang-undang No 5 Tahun 1986 Pengadilan Tata Usaha Negara itu diadakan dalam rangka pemberian perlindungan Hukum kepada masyarakat pencari keadilan,yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu keputusan Tata Usaha Negara .

Namun timbul masalah pada saat Indonesia dilanda bencana Covid-19,yaitu ketika dikeluarkannya PERPPU No 1 Tahun 2020 Tentang “Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pendemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilatas Sistem Keuangan”.

Salah satunya adalah pasal 27 ayat( 3) berbunyi “Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan PERPPU ini bukan merupakan objek Gugatan yang dapat di ajukan ke pada PTUN”.

Hal ini dianggap mencederai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 1 ayat (3) “Indonesia adalah Negara Hukum”.

Serta bertentangan dengan pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 yaitu “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat.,berkumpul,dan mengeluarkan pendapat”.

Bunyi dari pasal 27 ayat (3) dapat dikatakan menjelaskan bahwa segala tindakan dan keputusan diambil berdasarkan PERPPU No.1 Tahun 2020 tidaklah bisa diganggu gugat dan seolah -olah kebal akan Hukum.

Padahal salah satu ciri negara Hukum adalah adanya Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai penguji perbuatan Pemerintah,apabila PERPPU No 1 Tahun 2020 mengatakan “Segala tindakan termasuk Keputusan yang diambil berdasarkan PERPPU ini bukan merupakan objek Gugatan yang dapat di ajukan ke pada PTUN” ,maka ini telah dianggap cacat secara Hukum.

Serta dalam pembentukannya PERPPU No 1 Tahun 2020 dinilai tidak memenuhi Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik sebagaimana Pasal 5 UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, salah satunya adalah yang tercantum dalam Pasal 5 butir c, yaitu : c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

Dan penjelasannya : Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Namun dalam hal pembentukan PERPPU No 1 Tahun 2020 tidaklah sesuai dengan asas “kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” karena pasal 27 ayat (3) UU tersebut dinilai tidak sesuai dengan pasal 3 ayat (1) dan pasal 28E ayat (3) Undang –undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Serta bunyi dari pasal 27 ayat (3) PERPPU No 1 Tahun 2020 tersebut tidaklah memcerminkan asas keadilan bagi masyarakat,sebagaimana yang di sebutkan dalam pasal 6 butir g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, yaitu :
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: g. keadilan;  Serta penjelasannya;

Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

Namun PERPPU No 1 Tahun 2020 tersebut tidaklah mencerminkan asas keadilan karena tidak memberikan kepada masyarakat untuk menguji perbuatan Pejabat Tata usaha Negara serta tidak sesuai dengan pasal 53 UU No 9 tahun 2004 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu :

Pasal 53
(1) Orang atau badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

(2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini maka perlu dikaji terlebih dahulu PERPPU Nomor 1Tahun 2020 tersebut,sehingga tidak menimbulkan berbagai konflik dalam penerapannya,namun ternyata dilansir dari kompas.com pada Rabu,1 Mei 2020 dengan di resmikan oleh DPR PERPPU ini telah sah menjadi Undang-undang.

Penulis merupakan mahasiswi fakultas Hukum Universitas Bengkulu